test

News

Jumat, 19 Juni 2020 14:26 WIB

Kisah Para Polwan Tim Khusus Pemulasaran Jenazah Covid-19

Editor: Fitriawan Ginting

Tim Khusus Samapta untuk pemulasaran jenazah korban Covid saat melaksanakan tugas. (Foto : PMJ/Dok Polda Metro).

PMJ- Pengalaman pertama dirasakan oleh tiga Polisi Wanita (Polwan) yang bergerak ikhlas dan tulus menjadi bagian dari tim pemulasaran jenazah Covid-19. Seperti apa kisahnya?

Ada sekitar 80an Anggota Tim Khusus (Timsus) Direktorat Samapta Polda Metro Jaya (PMJ) yang dikhususkan melaksanakan tugas pemulasaran jenazah korban Covid-19 yang setiap harinya siap mengemban tugas mulia tersebut.

Diantara puluhan Anggota Tim Samapta itu, ada tiga sosok Polisi Wanita (Polwan) yang tulus dan ikhlas untuk menjadi bagian tim tersebut tanpa diminta. Mereka adalah Bripka Rina, Bripda Khalda, dan Bripda Debi Tarigan. Ketiganya khusus mengurusi jenazah perempuan yang menjadi korban keganasan virus Corona.

Tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh ketiga Polwan ini untuk menjadi bagian dari pengurus jenazah. Mereka harus membersihkan, memberi kapas dan mengkafani jenazah. Bahkan sampai harus membungkus dengan plastik, mengikat dengan lakban dan menyiapkan peti mati. Mereka bahkan tak pernah mendapat pelatihan untuk mengurus jenazah, namun mereka ikhlas mengerjakannya.

"Sebelumnya belum pernah mengatasi jenazah ini. Baru kali ini urus jenazah (Korban Covid-19). Ini pengalaman pertama bagi kami. Dapat pengalaman banyak. Tadinya nggak tahu cara ngafani. Akhirnya sekarang tahu," ungkap Bripka Rina saat menjadi tamu di Podcast Polisi Kita, Kamis (18/6/2020).

"Awalnya hanya pembekalan saja. Kita ngalir aja jalaninya. Kebetulan saat pemulasaran ada pimpinan kami Ipda Yasin, beliau yang selalu mengajarkan. Pertama gini dan gini. Kita ikuti petunjuk arahan itu. Kita turun hanya modal niat dan APD aja,' sambung Rina.

Ini merupakan sejarah pertama di seluruh Indonesia, ada Anggota Polwan yang dengan sukarelanya menjadi bagian dari pengurusan jenazah. Dan ketiganya bangga bisa menjadi bagian dari tugas mulia tersebut.

Tim Khusus Samapta untuk pemulasaran jenazah korban Covid-19 saat melaksanakan tugas. (Foto : PMJ/Dok Polda Metro).

Sempat Takut

Bripka Rina juga mengakui, dirinya dan teman-temannya sempat takut menjadi bagian dari tim khusus pemulasaran jenazah. Bukan jenazah biasa, melainkan jenazah korban Covid-19. Apalagi saat itu tidak ada instruksi khusus dari pimpinan untuk bertugas di tim khusus tersebut, merekalah yang mengajukan diri sendiri untuk ada dalam tim tersebut.

"Awalnya memang takut. Kan menjadi bagian tim ini tidak dipaksa, hanya sukarela saja. Jadi kebetulan hanya kami bertiga Polwan yang bersedia. Konsekuensinya sudah tahu. Dibilang takut, ya takut namanya virus ini musuh yang nggak kelihatan wujudnya. Jadi kami ikuti saja dengan niat kuat," tandas Rina.

"Kalau tugas kamikan biasanya jadi tim negosiator saat hadapi pengunjuk rasa. Itu ketahuan yang kita hadapi. Tapi ini (Covid-19) kami nggak tahu siapa yang kami hadapi. Kapanpun bisa menjangkit kami tanpa kami sadar," lanjut Rina.

Untuk menghadapi situasi tersebut, Rina mengaku hanya mempersiapkan diri saja dengan menjaga imunitas tubuh. Mengkonsumsi vitamin C, jahe dan lainnya. Termasuk melaksanakan protokol kesehatan yang disarankan. Bripka Rina dan 2 rekannya telah membantu pemulasaran jenazah perempuan sebanyak 20. Kapanpun panggilan (Penugasan) ia harus siap melaksanakannya. '

"Saat dapat tugas pertama, dapat kabar dari pihak rumah sakit, kalau ada korban (jenazah) lagi di satu lokasi. Lalu kami datangi lokasinya. Lihat situasi di lokasi gimana. Pertama situasi rumahnya, layak nggaknya masukin peti. Kalau layak baru kami kenakan pakaian APD. Kami siapkan perlengkapan seperti lem, paku, kapas, kain kafan, sama lakban dan plastik yang utama ya untuk kita bawa ke lokasi," urainya.

Tim khusus pemulasaran berada di lokasi kediaman jenazah korban Covid-19. (Foto ;PMJ/Dok Polda Metro).

Proses Pemulasaran

Diceritakan Rina, langkah pertama yang dilakukannya adalah melakukan penyemprotan kepada jenazah atau dimandikan dengan maksud dibersihkan. Selanjutnya ia akan memberi kapas kepada jenazah. Untuk baju yang dipakai jenazah korban Covid-19, tidak dilepas, Mereka langsung mengkafaninya. Selanjutnya dimasukkan ke plastik yang sudah disiapkan dan dilakban lalu dimasukkan ke kantong jenazah untuk selanjutnya dimasukkan ke peti dan dilakban kembali serta dipaku untuk proses pemakaman di kuburan yang telah disiapkan.

"Proses pemulasaran jenazahnya dengan aturan yang ada dan perlengkapan yang sudah disiapkan. Sehari tidak menentu korban yang kami urus. Pernah sehari 3 kali. Pagi jam 8, tiba panggilan lagi jam 9 malam, jam 12. Lalu jam 1 dini hari panggilan lagi langsung dikerjakan jam 3 dini hari menjelang sahur," kenang Rina.

"Kebetulan waktu itu bulan puasa. Jadi habis sahur kami baru bisa istirahat. Kemudian paginya ada panggilan lagi untuk proses yang sama. Jadi sehari bisa mandi sampai 4 kali untuk menjaga kebersihan setelah mengurus jenazah," papar Rina.

Polwan tim pemulasaran jenazah Covid-19 terlihat kelelahan. (Foto ; PMJ/Dok Polda Metro).

Ditolak Untuk Bertemu

Seluruh pakaian yang dikenakannya sudah pasti langsung direndam olehnya. Karena itu bagian dari menjaga kebersihan agar menjauhi jika virus ada yang menempel di pakaian yang dikenakannya. Ia juga harus mengisolasi diri sendiri dan menjauh dari keluarga serta teman-temannya.

"Setelah menjadi bagian dari tim khusus ini, saya nggak pulang ke rumah untuk bertemu dengan keluarga, Teman-teman juga demikian. Kami mengisolasi diri sendiri. Dan keluarga sudah paham. Kami juga paham jika ada saudara dan teman yang tidak mau bertemu," tutur Rina.

Ia mengakui, pernah ditolak oleh saudaranya untuk bertemu. Begitu pun dengan temannya. Namun ia tak berkecil hati dan berusaha memahami kondisinya saat ini. Ia tak takut jika dikucilkan, karena yang dijalaninya adalah tugas mulia.

"Pernah terbawa perasaan. Saya merasa dikucilkan akibat tugas ini. Dijauhi waktu mau main ke rumah keluarga. Dilaranglah, karena mereka tahu saya mengurus jenazah korban Covid. Jangan kesini dulu ya, begitu kata mereka. Kita ngerti juga pasti mereka ketakutan kami menularkan virus ini. Sakit hati pasti, tapi ini resiko dan saya juga memahami ketakutan mereka," tandas Rina.

Bagi Rina ini merupakan panggilan jiwanya untuk bisa berbuat pada situasi saat ini. Ia senang bisa menjadi bagian yang bekerja untuk kemanusiaan. Ia yakin apa yang dilakukannya adalah sebuah tugas baik yang dimuliakan Tuhan.

Tiga Polwan yang bekerja dengan ketulusannya menjadi Tim Pemulasaran Jenazah Covid-19 (Foto : PMJ/Dok Polda Metro).

Keluarga Korban Menolak

Selama menjalani tugasnya itu, Bripka Rani mengaku menemui berbagai sikap dari keluarga korban jenazah Covid-19. Ada yang menolak diurus dan dimakamkan dengan protokol pemakaman Covid-19 dan ada juga yang ingin mengurus dan memakamkan sendiri.

"Di Pasar Rebo saat itu ada keluarga yang menolak kami urus. Padahal pihak rumah sakit dan dokter sudah menyatakan jenazah keluarganya positif Covid-19. Kami coba menjelaskan pelan-pelan sampai akhirnya mereka mengerti dan memahami," terang Rina.

Ia juga mencoba untuk memberi pengertian kepada warga sekitar, bahwa korban Covid-19 bukanlah penyakit aib yang memalukan. Ini hanya korban akibat ganasnya virus tersebut. Warga pun mengerti dan tidak mengucilkan pihak keluarga korban.

"Intinya harus sabar ya menghadapi situasi seperti ini," singkat Rina.

Tidak hanya sabar menghadapi warga, Bripka Rina dan teman-temannya juga harus sabar saat mengenakan busana APD yang dirasa sangat panas. Belum lagi masker berlapis untuk melindungi diri. Ia merasakan pengap yang luar biasa sampai keringat bercucur di seluruh tubuhnya.

"Terasa panas sekalikan pakai APD itu. Belum lagi susah berkomunikasi dengan yang lainnya. Dan sesak nafas karena masker berlapis-lapis. Keringat entah kemanalah di tubuh ini bercucuran terus. Napas terasa kayak mau habis. Dengan tekad kuat, kami bisa melalui proses ini," jelas Rina.

Pemimpin Redaksi PMJNews.com saat melakukan interview dengan Bripka Rina. (Foto : PMJ/Lel).

Diperhatikan Pak Kapolri

Dengan ketulusan dan keikhlasannya kabar tersebut sampai ke Kapolri Jenderal Idham Azis. Perhatian Kapolri begitu besar kepada timsus Samapta, khususnya juga kepada "trio angel" Polwan Polda Metro Jaya Bripka Rina, Bripda Chalida, dan Bripda Debi Tarigan.

"Alhamdulillah pimpinan kami Pak Kapolri mengapresiasi kerja kami. Beliau memberi penghargaan kepada kami. Polwan banyak tapi hanya kami bertiga yang mau menjadi bagian ini dengan segala resiko yang kami terima. Bangga mendapat apresiasi dari Pak Kapolri. Saya sangat bersyukur sekali dan tidak menyangka atas apresiasi ini," ungkap Rina.

"Dari awal saya tulus dan ikhlas mengerjakannya. Tanpa berpikir menerima ini dan itu apalagi imbalan. Kami hanya ingin menjadi bagian dari tugas ini saja. Dan kami ingin buktikan juga, bahwa Polwan juga bisa bekerja seperti Polki (Polisi Lelaki) yang juga banyak membantu korban jenazah Covid-19 dengan segala resikonya," tutur Rina.

Ia berharap, situasi ini cepat berlalu. Masyarakat bergotong royong untuk bisa melaksanakan protokol kesehatan agar Covid-19 dapat secepatnya berlalu. Ia tetap optimis bahwa Indonesia kuat dan bisa kembali normal seperti sebelumnya. (Gtg-03).

BERITA TERKAIT