test

News

Minggu, 23 Juni 2019 12:55 WIB

Presiden AS Izinkan Negaranya Lakukan Serangan Siber Lumpuhkan Komputerisasi Iran

Editor: Redaksi

Presiden AS Donald Trump. (Foto: Dok Net)
PMJ - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengizinkan dilakukannya serangan siber untuk melumpuhkan sistem komputerisasi Iran yang dipakai untuk mengendalikan peluncuran roket dan rudal. Serangan Siber yang sudah dirilis pada Kamis (20/06/2019) waktu setempat tersebut oleh anggota Komando Siber AS ini akan dijalankan selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Langkah itu ditempuh menyusul terjadinya serangan yang diduga dilakukan Iran terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oman awal Juni ini. Serangan terhadap Pasukan Garda Revolusi (IRGC) ini pun dikoordinasikan dengan Komando Pusat AS, lembaga militer yang menaungi seluruh operasi di Timur Tengah. Walaupun melumpuhkan sistem komando dan kontrol militer Iran, operasi ini diklaim tidak akan menimbulkan korban jiwa atau mengorbankan warga sipil. Sementara, pada Sabtu (21/06/2019), pemerintah memperingatkan para petinggi industri agar waspada terhadap serangan siber yang berasal dari Iran. Tetapi, Gedung Putih menolak berkomentar lebih lanjut. "Sesuai kebijakan untuk keamanan operasional, kami tidak akan membahas operasi dunia maya, intelijen, atau perencanaan," terang juru bicara Pentagon, Elissa Smith. Sedangkan, Thomas Bossert selaku mantan pejabat siber Gedung Putih, operasi ini menghabiskan biaya akibat ancaman siber Iran yang terus meningkat. Namun, operasi ini berguna untuk mempertahankan Angkatan Laut AS dan operasi pelayaran di Selat Hormuz. "Militer AS sudah lama tahu bisa menenggelamkan setiap kapal IRGC di selat, bahkan dalam 24 jam jika perlu. Ini merupakan langkah modern yang dilakukan Angkatan Laut AS untuk mempertahankan diri di laut dan menjaga jalur pelayaran internasional yang bebas dari gangguan Iran," ungkapnya. Serangan terhadap IRGC yang dilakukan hari Kamis (20/06/2019) itu pun menjadi unjuk kekuatan ofensif pertama sejak Komando Siber diizinkan menyerang pada bulan Mei lalu. Operasi ini juga merupakan refleksi dari strategi baru Komando Siber yang disebut "bertahan maju". Menurut pemimpinnya, Jenderal Paul Nakasone, strategi ini memungkinkan mereka melawan musuh-musuh di wilayah virtual mereka. Serangan Siber ini menjadi contoh setelah Penasihat Keamanan Nasional John Bolton menyarankan agar AS meningkatkan serangan sibernya. "Kami sekarang membuka celah untuk memperluas area yang kami siapkan untuk bertindak," kata Bolton. Terpisah, pasukan siber Iran telah mencoba meretas kapal laut AS dan kemampuan navigasinya di wilayah Teluk Persia selama beberapa tahun terakhir ini. Selain itu, pada hari Sabtu (22/6), Departemen Keamanan Dalam Negeri mengeluarkan peringatan kepada dunia industri AS bahwa Iran telah meningkatkan target sibernya pada industri-industri penting, termasuk minyak, gas, dan sektor energi lainnya. Kemudian badan-badan pemerintah pun menjadi sasarannya sehingga mereka berpotensi mengganggu dan merusak sistem. Serangan Siber Iran telah menyebabkan kerusakan di masa lalu. Pada tahun 2012, Iran menyebarkan virus Shamoon yang nyaris menghancurkan lebih dari 30 ribu jaringan bisnis di Saudi Aramco, sebuah perusahaan minyak milik negara. Salinan cadangan datanya pun terhapus akibat virus itu. Sementara itu, analis swasta mencatat adanya peningkatan serangan siber oleh Iran yang menargetkan industri AS. Serangan ini datang dalam bentuk "spearphising" untuk mencari akses ke sistem sektor energi. "Sejak tahun lalu, aktivitas serangannya makin meningkat. Dalam 6 bulan terakhir ini kami melihat adanya peningkatan lagi. Dan, pekan lalu, kami melihat aktivitas tambahan. Artinya, kita telah melihat adanya aktivitas yang makin meningkat selama beberapa waktu. Ini akan semakin buruk," tutur Robert M. Lee yang merupakan pendiri perusahaan siber Dragos, yang melakukan operasi siber untuk Badan Leamanan Nasional dan Komando Siber AS tahun 2011-2015. (New Zealand Herald/ FER).

BERITA TERKAIT