test

Kesehatan

Sabtu, 16 April 2022 13:00 WIB

Studi: Setiap Hari 15,8 Persen Populasi Dunia Alami Sakit Kepala

Editor: Hadi Ismanto

Sakit kepala sebelah atau migrain dapat mengganggu aktivitas. (Foto: PMJ News/Ilustrasi/Hadi)

PMJ NEWS - Sebuah studi yang dipimpin ahli epidemiologi dari Universitas Sains dan Teknologi Norwegia merangkum studi terkait sakit kepala epidemiologis dari tahun 1961 hingga akhir tahun 2020.

Data itu termasuk sakit kepala umum, migrain, dan sakit kepala tegang. Dari data tersebut, 52 persen dari penduduk dunia menderita beberapa bentuk gangguan sakit kepala setiap tahunnya.

Antara satu orang dan lainnya memiliki gangguan sakit kepala yang berbeda-beda, dari yang ringan hingga membutuhkan obat sakit kepala.

Ada sekitar 357 publikasi yang diulas, sebagian besar berasal dari negara-negara berpenghasilan tinggi. Tim itu memasukkan studi yang mengambil sampel peserta tidak hanya dari studi klinis, tetapi dari berbagai latar termasuk karyawan, mahasiswa, dan staf rumah sakit.

Secara keseluruhan, para penulis memperkirakan bahwa prevalensi global untuk migrain adalah 14 persen, dan untuk sakit kepala tegang adalah 26 persen.

"Setiap hari 15,8 persen populasi dunia mengalami sakit kepala," ujar para penulis penelitian seperti dilansir dari laman Science Alert, Jumat (15/4/2022).

Para peneliti juga menemukan bahwa semua jenis sakit kepala lebih sering terjadi pada perempuan daripada lelaki, dengan migrain menunjukkan perbedaan terbesar (17 persen pada perempuan dan 8,6 persen pada lelaki).

Perempuan juga lebih mungkin mengalami sakit kepala sebagai masalah kesehatan. Enam persen perempuan melaporkan bahwa mereka mengalami sakit kepala selama 15 hari atau lebih setiap bulan, dibandingkan lelaki yang hanya 2,9 persen.

"Peningkatan nyata dalam prevalensi migrain dari waktu ke waktu mungkin nyata, mungkin terkait dengan perubahan lingkungan, fisik, perilaku atau psikologis," jelasnya.

"Tapi lebih mungkin berkaitan dengan perkembangan metodologis selama bertahun-tahun, yang mengarah ke teknik akses dan keterlibatan yang lebih baik, serta peningkatan diagnostik instrumen," sambungnya.

Ketika penulis memperhitungkan faktor metodologis seperti pertanyaan skrining, ukuran sampel, tahun publikasi, dan bagaimana kriteria diagnostik diterapkan, mereka dapat menjelaskan 29,9 persen variasi dalam perkiraan migrain, dan lebih sedikit untuk kategori sakit kepala lainnya.

Karena sebagian besar studi yang ditinjau berasal dari negara-negara berpenghasilan tinggi dengan sistem perawatan kesehatan yang baik, sehingga penulis berhati-hati agar tidak menggeneralisasi temuan ini ke setiap negara.

Jika lebih banyak data dapat dikumpulkan dari negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, penulis akan mendapatkan perkiraan global yang lebih akurat.

Meskipun masih ada beberapa ketidakpastian mengenai angka pasti dari prevalensi sakit kepala secara global, tinjauan itu bersama dengan penelitian lain, secara konsisten menunjukkan bahwa kondisi sakit kepala menciptakan beban besar di seluruh dunia.

Iterasi 2019 dari studi Global Burden of Disease menemukan bahwa migrain saja adalah penyebab kecacatan tertinggi kedua. Dan tertinggi pertama di antara perempuan usia di bawah 50 tahun, yang menyoroti gangguan sakit kepala sebagai masalah kesehatan masyarakat utama secara global.

"Untuk mengukur efek dari upaya tersebut, kita harus dapat memantau prevalensi dan beban di masyarakat. Studi kami membantu kami memahami bagaimana meningkatkan metode kami," tukasnya.

BERITA TERKAIT