test

News

Sabtu, 9 Desember 2023 13:49 WIB

Polisi Ungkap Motif Tersangka Sebar Kebencian di Medsos Soal Bentrok Bitung

Editor: Hadi Ismanto

Penulis: Fajar Ramadhan

Polda Kalimantan Timur menggelar perkara kasus dugaan ujaran kebencian di medsos terkait bentrok massa di Bitung, Sulawesi Utara. (Foto: PMJ News/Istimewa)

PMJ NEWS - Polisi menetapkan Marco Karundeng sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian di media sosial terkait bentrokan dua kelompok massa yang terjadi di Bitung, Sulawesi Utara.

Kabid Humas Polda Kalimantan Timur, Kombes Pol Yusuf Sutejo mengatakan tersangka Marco Karundeng ditangkap di wilayah Samarinda, Kalimantan Timur.

"Tersangka ini memposting ujaran kebencian yang dilakukan di Samarinda," ujar Yusuf Sutejo kepada wartawan dikutip pada Sabtu (9/12/2023).

Yusuf menjelaskan, tersangka ditetapkan menjadi tersangka lantaran menuliskan komentar di salah satu grup Facebook menggunakan akun dengan nama Marco Karundeng yang bertuliskan ‘berarti sekarang torang orang minahasa somo bage sembarang target ba jilbab dengan pake kopiah iko ta mo rako kalo baku dpa di jalan’, dengan arti, ‘berarti sekarang semua orang minahasa pukul sembarang target bejilbab dengan pakai kopiah kalau ketemu di jalan’.

Dari komentar itu, polisi kemudian melakukan penelusuran serta identifikasi dan diketahui bahwa tersangka berdomisili di Samarinda

"Tim Siber Krimsus Polda Kaltim melakukan identifikasi, melakukan pelacakan dan pengejaran sampai akhirnya pelaku dapat diamankan di atas kapal di Samarinda pada tanggal 29 November 2023, ini kurun waktu 4 hari setelah yang bersangkutan memposting ujaran kebencian tersebut," paparnya.

Sementara untuk motif tersangka melontarkan komentar bernada provokasi itu dikarenakan dirinya kesal saat melihat adanya video kekerasan terhadap orang tua.

"Motifnya pelaku kesal karena melihat video yang dia lihat kejadian di Bitung ada seorang laki-laki atau orang tua laki-laki yang dipukuli oleh massa," ungkapnya.

Yusuf menambahkan, tersangka melakukan hal tersebut di wilayah Samarinda karena berdomisili dan juga bekerja di Samarinda sebagai teknisi engineering di kapal.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 45a ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) dan/atau undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.

BERITA TERKAIT